Regulasi yang ada tak menjabarkan kategori sampah atau limbah yang dapat diimpor sehingga dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab.
Indonesian Center for Environmentl Law (ICEL) menyatakan Indonesia telah memiliki regulasi guna melarang kegiatan impor sampah, limbah, atau pun limbah B3. Namun ada celah hukum yang dapat digunakan pihak tak bertanggung jawab untuk melakukan penyelundupan sampah plastik sebagaimana disoroti oleh Ecological Observations and Wetlands Conservation (Ecoton).
Dalam catatan Ecoton, terdapat peningkatan volume impor kertas bekas, yaitu sebanyak 739.000 ton pada 2018 dibanding 546.000 ton pada 2017. Kertas bekas tersebut diimpor untuk bahan baku pabrik kertas di Jawa Timur, namun terkontaminasi dengan sampah plastik. Kegiatan impor sampah kertas yang terkontaminasi sampah plastik oleh perusahaan-perusahaan dan tidak terkelola dengan baik, menimbulkan polusi di air, udara, dan lahan.
Menurut Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran ICEL, Margaretha Quina, ada regulasi yang dapat dijadikan modal pemerintah untuk menindak tegas kasus tersebut. Regulasi yang dimaksud adalah Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (PP B3).
“Untuk limbah dan limbah B3 sebenarnya juga ada ketentuan pidananya. Hanya memang ada kompleksitas definisi dari kapan suatu benda disebut sampah , kapan dia disebut limbah, kapan dia nyebrang menjadi limbah B3, dan kapan dia dapat legally diizinkan untuk masuk ke Indonesia. Karena kalau untuk ketentuan impor limbah tadi sebenarnya ada pengecualiannya,” kata Margaretha di kantor Wahan Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).
Indonesia juga telah memiliki regulasi terkait limbah plastik, berupa Peraturan Menteri Perdaganagan (Permendag) nomor 31 tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah non Bahan Berbahaya dan Beracun. Regulasi tersebut menjelaskan bahwa hanya limbah berupa sisa, reja, dan skrap, yang dapat diimpor ke Indonesia.