Penetapan status tersangka terhadap Nurhayati tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup.
Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri segera memanggil dan memeriksa penyidik Polres Cirebon yang menetapkan tersangka Nurhayati. ICW menyebut para penyidik berpotensi melanggar kode etik Polri.
Hal itu diungkap ICW merespons pernyataan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol. Agus Andrianto dan Menteri Bidang Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD.
Baik Agus dan Mahfud menyebutkan penetapan status tersangka terhadap Nurhayati tidak didasarkan bukti permulaan yang cukup. Polri dan Kejaksaan akan segera menghentikan penyidikannya.
"Sejak awal masyarakat sudah menduga adanya kejanggalan di balik penetapan tersangka yang dilakukan oleh Polres Cirebon," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Alinea.id, Selasa (1/3).
Menurut Kurnia, berdasarkan pengakuan ketua badan permusyawaratan Desa Citemu, terbongkarnya perkara korupsi yang menyeret kepala desa di wilayah tersebut justru didapatkan berkat informasi dari Nurhayati. "Sehingga, dengan logika sederhana, bagaimana mungkin Nurhayati yang memberikan informasi, justru dirinya ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
Dia menerangkan, langkah hukum Polres Cirebon yang terkesan dipaksakan ini menimbulkan sejumlah persoalan serius. Pertama, nama baik Nurhayati telah tercemar akibat status tersangka yang disematkan Polres Cirebon. Kedua, penetapan tersangka kepada pihak yang diduga memberikan informasi berpotensi besar menyurutkan langkah masyarakat untuk berkontribusi dalam isu pemberantasan korupsi.