BPJS Ketenagakerjaan wajib menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukannya.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI), menyebut, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan kerap dikritik dalam implementasi Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Hal itu disampaikan Anggota ORI, Hery Susanto, Rabu (9/6).
Mencermati implementasi Inpres itu, Hery mengatakan, kini BPJS Ketenagakerjaan akan diguyur sumber dana APBN/APBD, yang sebelumnya dana kelolaan mayoritas bersumber dari pekerja yang dibayarkan perusahaan. Sumber dana itu, imbuhnya, wajib dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS.
"Yakni: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta," kata Hery dalam konferensi pers dalam jaringan.
"Keliru jika direksi BPJS lebih prioritas ke pengembangan dana investasi. Pengelolaan dana BPJS itu idealnya harus ada alokasi dana sosialisasi dan edukasi ke masyarakat, ini demi peningkatan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan," sambungnya.
Menurut Hery, dalam Pasal 4 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, ditegaskan penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, serta keprofesionalan.