Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dihimbau untuk mengevaluasi penggunaan CFD dan ruang publik lainnya untuk kegiatan kampanye politik.
Aksi intimidasi terhadap seorang ibu dan anaknya dalam Car Free Day (CFD) kemarin (29/4) dinilai sebagai kemunduran demokrasi atas perbedaan pendapat yang dilindungi Undang-Undang saat ini. Apabila tidak ditindak tegas, ancaman kebebasan masyarakat sipil untuk menyampaikan pendapatnya pun terancam.
Intimidasi yang dilakukan massa berkaus Gerakan #2019GantiPresiden atas sejumlah orang yang menggunakan kaos dengan hashtag #DiaSibukKerja disebut Ketua Setara Institute Hendardi sebagai cerminan kemunduran demokrasi. Menurut Hendardi, setiap warga negara berhak mengekspresikan pandangannya termasuk preferensi politiknya secara bebas tanpa intimidasi.
Selain itu, tindakan tidak terpuji tersebut melanggar hukum bahkan dapat diminta pertanggungjawaban sesuai mekanisme hukum pidana. Melihat konteks peristiwa tersebut, pemerintah daerah dan aparat kepolisian hendaknya melakukan tindakan presisi untuk mencegah berulang dan maraknya intimidasi terhadap sesama warga karena perbedaan pilihan politik.
Khusus bagi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, sebaiknya mengevaluasi penggunaan CFD dan ruang publik lainnya untuk kegiatan kampanye politik. Sedangkan bagi penegak hukum, harus dilakukan pencegahan agar peristiwa serupa tidak terulang dan meluas.
Polisi dapat mengambil tindakan hukum. Mulai dari pembinaan hingga penangkapan untuk memberikan efek jera dan mengantisipasi kerawanan di tahun politik elektoral 2018 dan 2019.