Ancaman radikalisme-terorisme tidak akan pernah hilang seiring dinamika politik global.
Aksi terorisme dan paham radikalisme kerap dikaitkan dengan agama Islam. Padahal, aksi keji tersebut tak ada hubungan sama sekali dengan keagamaan manapun.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, radikalisme-terorisme muncul tidak selalu berakar agama, tetapi bisa juga berlandaskan ideologis dan politik lain. Kenyataan demikian juga muncul di berbagai negara di dunia.
“Upaya mengaitkan agama dengan terorisme itu harus mulai dikoreksi. Hanya dalam konteks Indonesia ditengarai seakan ada skenario karena pada aksi-aksi tertentu, pasca aksi selalu ditemukan dokumen yang berkaitan dengan teologis, yang kemudian mengalihkan perhatian masyarakat dari isu penting lainnya, ujar Mu'ti dalam keterangan resminya, Sabtu (24/12).
Menurutnya, hal seperti itu membuat masyarakat jemu dan bersikap apatis terhadap kasus-kasus radikalisme-terorisme, seperti pada kasus bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar. Terlihat, tidak muncul rasa kepanikan yang dahsyat atas kasus tersebut.
Oleh sebab itu, Mu'ti mengimbau agar penanganan tindakan radikalisme-terorisme perlu diubah menjadi pendekatan semesta yang lebih partisipastif melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan bersifat persuasif. Penanganan tidak selalu harus mengikuti pola militeristik.