Proses pembahasan dan pengesahan di tengah malam berpotensi menghasilkan produk hukum yang menyimpang.
Penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipker) terus berlanjut. Puluhan guru besar, dekan, dan sekitar 200 dosen di 67 perguruan tinggi menyatakan sikap untuk menolak UU Cipker yang disahkan oleh DPR bersama pemerintah pada Senin (5/10).
Penolakan didasarkan lantaran proses pembahasan dan pengesahan UU sapu jagat itu dianggap janggal. Karena itu, mereka mempertanyakan sikap DPR dan pemerintah yang telah mengesahkan regulasi Omnibus Law UU Cipker.
"Kenapa UU Cipker yang prosedur dan materi muatannya sebagaimana tadi telah disampaikan, banyak bermasalah harus terburu-buru disahkan bahkan sampai menyita waktu istirahat para anggota dewan dan menteri-menteri yang terhormat," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Profesor Susi Dwi Harijanti, saat membacakan pernyataan sikap yang dilakukan secara daring lewat aplikasi Zoom pada Rabu (7/10).
Susi menyatakan, proses pembahasan dan pengesahan yang dilakukan tengah malam berpotensi menghasilkan produk hukum yang banyak menyimpang. Bahkan, penggrapan regulasi di tengah malam dapat melahirkan persepsi publik negatif terhadap kinerja DPR dan pemerintah.
Di samping itu, Susi juga menyayangkan, sikap abai DPR dan pemerintah dari telaah ilmiah yang mengkritik kehadiran UU Cipker.