Dalam situasi darurat pemerintah justru melakukan komersialisasi vaksin melalui apotek tertentu.
Anggota Komite I Dewan Pimpinan Daerah (DPD) RI, Abdul Rachman Thaha, mengkritisi, program vaksin individu berbayar PT Kimia Farma. Menurutnya, aneh karena justru mengabaikan sistem prioritas yang pernah dibangun pemerintah sendiri.
Abdul menilai, asumsi vaksin yang digunakan harus mendapat izin penggunaan darurat yang dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dari sebutannya, izin darurat, kata Abdul, bisa dibayangkan kegentingan yang harus segera teratasi lewat vaksinasi massal.
"Dengan kata lain, seluruh pemangku kepentingan harus punya mindset yang sama bahwa dalam situasi darurat yang terpenting adalah bagaimana sebanyak-banyaknya vaksin bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat," kata Abdul kepada Alinea.id, Senin (12/7).
Abdul menegaskan, menjadi aneh bahwa dalam situasi darurat yang kian memburuk seperti sekarang ini, pemerintah justru memakai mindset non kedaruratan dengan melakukan komersialisasi vaksin melalui apotek tertentu.
"Apakah pemerintah memanfaatkan sumbangan vaksin dari negara-negara lain, lalu menjadikan persediaan vaksin sebelumnya sebagai barang dagangan? Kita patut tiru negara jiran, Filipina misalnya, yang bersikukuh tidak memperdagangkan vaksin Covid-19 dan memperlakukan perdagangan vaksin sebagai perbuatan ilegal. Pelakunya dijatuhi hukuman," ujarnya.