Kredibilitas KPK sebagai lembaga antirasuah dalam pertaruhan, sejak kasus pelanggaran eks penyidiknya Roland dan Harun mencuat kembali.
Roland Ronaldy dan Harun mengendap-endap masuk ke sebuah ruangan di lantai 9 gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hari itu, Jumat, 7 April 2017 sekitar Magrib. Dengan sigap, mereka mengambil buku catatan keuangan warna merah, menghapus sejumlah tulisan di sana dengan tipe-x, dan merobek sembilan lembar buku hingga koyak.
Usai dirobek, catatan tangan di buku merah itu hanya tersisa 12 halaman, dengan tanggal transaksi yang acak. Padahal, sebelumnya, catatan yang ditulis staf keuangan CV Sumber Laut Perkasa—perusahaan yang bergerak di bidang impor daging—Kumala Dewi Sumartono memuat senarai nama pejabat terkenal, lengkap dengan jumlah uang yang digelontorkan pada mereka. Nama Tito Karnavian, yang kala itu menjabat Kapolda Metro Jaya disebut-sebut menjadi salah satu penerima uang haram ini.
Dari salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diterima Indonesialeaks diketahui, Tito dikirim uang sebanyak delapan kali, dari Januari hingga Juli 2016. Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini menerima hadiah total sekitar Rp8 miliar, dan kebanyakan diantar langsung oleh bos Kumala, Basuki Hariman.
Basuki yang merupakan pengusaha impor daging kena OTT KPK pada 25 Januari 2017. Ia menyuap Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar senilai US$70 ribu, guna memuluskan uji materi Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Basuki dalam pleidoinya menilai, UU itu merugikannya karena hak impor daging sapi dari India dimonopoli satu perusahaan, Bulog.
Ia lantas divonis tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 28 Agustus 2017. Di persidangan yang sama, hakim juga mengganjar sekretaris Basuki Ng Fenny lima tahun penjara. Sementara Patrialis dihukum delapan tahun bui.