Nasional

Kala KPU "diseret" ke DKPP buntut terima pencawapresan Gibran

KPU hanya "beralaskan" Putusan MK Nomor 90 saat menerima pendaftaran Prabowo-Gibran sebagai kontestan Pilpres 2024.

Kamis, 18 Januari 2024 16:45

Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 melanggar peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011. Pangkalnya, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang memungkinkan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu maju pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 belum ditindaklanjuti pembuat UU melalui legislative review atau peraturan pemerintah pengganti UU (perppu).

Demikian disampaikan Guru Besar Perbandingan Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Ratno Lukito, saat memberikan pendapatnya sebagai saksi ahli dalam sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik Perkara Nomor 135/PKE-DKPP/XII/2023 di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (15/1).

Ia menyampaikan, Putusan MK Nomor 90 adalah putusan yang bersifat tidak bisa dieksekusi (non-executable). Oleh karena itu, sesuai Pasal 10 ayat (1) huruf d dan ayat (2) UU 12/2011, putusan tersebut harus ditindaklanjuti pembuat UU, baik presiden maupun DPR, dengan mengubah rumusan norma hukum yang dibatalkan agar tidak ada kekosongan hukum.

"Praktik yang dilakukan oleh presiden atau DPR dan KPU ternyata tidak seperti yang diamanatkan dalam UU," ujarnya dalam sidang.

Diketahui, salah satu syarat seseorang menjadi calon presiden (capres) dan cawapres minimal berusia 40 tahun. Namun, ketentuan itu ditambahkan "atau sedang/pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pilkada (pemilihan kepala daerah)" dalam Putusan MK Nomor 90. Gibran merupakan Wali Kota Solo dan genap berusia 36 tahun per 1 Oktober 2023.

Immanuel Christian Reporter
Fatah Hidayat Sidiq Editor

Tag Terkait

Berita Terkait