Kasus kekerasan terhadap anak, terutama berbasis kekerasan seksual masih menjadi ancaman serius di Indonesia.
Kasus kekerasan terhadap anak, terutama berbasis kekerasan seksual masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Bahkan, kejahatan itu seakan tidak melihat potensi latar belakang pelaku maupun tempat peristiwa. Termasuk di institusi berbasis agama Islam, maupun pondok pesantren.
Mengutip data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada 2021, terdapat sebanyak 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sepanjang 2015-2020. Menurut laporan itu, kasus kekerasan seksual terbanyak terjadi di perguruan tinggi, yakni sebesar 27%, diikuti di pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam dengan besaran 19%.
Mudir Aam Ikhbar Foundation, Sobih Adnan mengatakan, kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan mengatasnamakan pesantren itu pun masih marak terjadi hingga 2023. Terbaru, sebanyak 41 santriwati menjadi korban pencabulan di dua pesantren di Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Diperlukan adanya komitmen bersama dari internal komunitas pesantren untuk bersama-sama menguatkan diri dalam upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak. Ini adalah satu problem yang cukup mengganggu di tengah banyaknya sumbangsih dan peran pesantren bagi kemajuan peradaban bangsa Indonesia," kata Sobih dalam keterangan resminya, diterima Alinea.id, Minggu (18/6).
Atas dasar itu, Ikhbar Foundation sebagai yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, kemanusiaan, dan peradaban bersama Pondok Pesantren Ketitang Cirebon menginisiasi dibentuknya Jaringan Pondok Pesantren Ramah Anak (JPPRA). Jaringan ini berkomitmen untuk melakukan pencegahan kekerasan terhadap anak, terlebih di lingkungan pendidikan dengan mengatasnamakan pesantren.