Pada 1982-1983 kebakaran hutan besar pertama kali terjadi di Indonesia.
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Kota Pekanbaru, Riau pada Selasa (17/9). Jokowi pun menetapkan siaga darurat di Provinsi Riau, Sumatera, akibat karhutla yang meluas.
Kabut asap mengganggu aktivitas dan kesehatan warga, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Seorang bayi berusia empat bulan meninggal dunia karena menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Palembang, Sumatera Selatan, pada Minggu (15/9) diduga akibat kabut asap karhutla.
Berdasarkan data dari SiPongi, Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2019 total hutan dan lahan yang terbakar 328.722 hektare. Terbesar membakar hutan dan lahan di Nusa Tenggara Timur, seluas 108.368 hektare. Sementara Riau menempati urutan kedua terparah, yakni 49.266 hektare.
Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Kelas Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Wahyu Agung Perdana mengungkapkan, selain mengurangi diversitas flora-fauna, karhutla menyebabkan peningkatan pelepasan karbonmonoksida yang berbahaya bagi kesehatan.
“Khususnya di Kalbar, Kalteng, Riau, dan Jambi, dampak kartahutla sekarang ini levelnya selalu tidak sehat, sangat tidak sehat, atau berbahaya,” tutur Wahyu saat dihubungi Alinea.id, Selasa (17/9).