Kajati Sumsel, Sarjono Turin, menuai sorotan lantaran LHKPN yang terakhir kali disetorkan kepada KPK pada 2020.
Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin, diminta memproses jajarannya yang nakal, seperti tidak patuh menyetorkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan terindikasi bermain kasus. Ini mesti dilakukan untuk menjaga tingginya kepercayaan masyarakat (public trust) terhadap "Korps Adhyaksa".
"Menurut saya, karena tidak patuh melampirkan kekayaannya dan jika ada indikasi ada kejahatan (bermain kasus, red) yang dilakukan, maka sebaiknya diproses hukum saja. Apalagi, jika sudah ada dua alat bukti," ucap pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi, Jumat (1/9).
Selain menjaga asa publik terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung), menurutnya, "bersih-bersih" internal juga bertujuan memancing (trigger) pejabat lain agar patuh melaporkan LHKPN. "Ini untuk men-trigger pejabat-pejabat kejaksaan lain yang memang terindikasi korupsi dengan memanfaatkan jabatannya."
Diketahui, berdasarkan hasil riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) periode Agustus 2023, kepercayaan publik terhadap Kejagung mencapai 74%. Ini yang tertinggi dibandingkan institusi penegak hukum lainnya.
Posisi kedua ditempati pengadilan dengan 73%. Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 68% dan Polri 66%.