"Kalau undang-undang belum disahkan, walaupun mau lembaga ganti nama, sebenarnya enggak ngaruh."
Pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU), Pahrur Dalimunthe, mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mendorong penguatan Direktorat Pemulihan Aset di dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Bahkan, kejaksaan berencana meningkatkan statusnya menjadi badan tersendiri agar lebih optimal dalam menjalankan tugasnya.
Pahrur bahkan optimistis Badan Perampasan Aset tersebut menjadi sektor basis (leading sector). Dirinya lalu mencontohkan dengan kinerja institusi serupa di luar negeri yang telah memiliki UU Perampasan Aset.
"Ya, pasti leading sector dan itu kadang di negara lain mempermudah dan mempercepat proses eksekusi aset hasil tindak pidana, khususnya korupsi dan pencucian uang," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (12/4).
"Di negara lain dengan badan perampasan aset sendiri, kasus ada itu bisa langsung lelang, duitnya nanti akan mereka pegang. Kalau nanti, misalnya, pelaku bebas, [aset] dikembalikan dalam bentuk uang. Itu bisa [diterapkan] kalau badan sendiri dengan ketentuan sendiri," sambungnya.
Di Indonesia, ungkap Pahrur, aset yang telah disita pada tahap penyidikan tidak bisa langsung dilelang kecuali perkaranya telah berkekuatan hukum tetap. "Padahal, kalau mobil, harganya sekarang dan 2 tahun lagi pasti nilainya menurun."