Penerapan hukum nihil dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa Penuntut Umum menyatakan mengajukan banding terhadap vonis nihil pada hukuman badan terdakwa Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT ASABRI pada 2012 hingga 2019. Pasalnya, vonis dari majelis hakim tersebut dinilai telah mencederai rasa keadilan masyarakat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengatakan, terdapat tiga poin penting yang menjadi alasan perlunya hukum banding ini.
Pertama, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dianggap sangat mengusik dan mencederai rasa keadilan. Karena Benny telah melakukan pengulangan tindak pidana, yaitu perkara PT Asuransi Jiwasraya. Sehingga menurut Ketut, seharusnya setelah diputus dengan hukuman seumur hidup. Di mana ada penambahan hukuman dengan hukuman mati, sesuai dengan Doktrin Hukum Pidana.
“Kedua, majelis hakim keliru menerapkan hukum. Karena Benny Tjokrosaputro terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa, yakni Primair Pasal 2 dengan ancaman minimal empat tahun penjara. Sehingga penerapan hukum nihil bertentangan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ujar Ketut dalam keterangan resminya, dikutip Sabtu (14/1).
Ketiga adalah proses hukum atas nama Benny Tjokrosaputro dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Namun yang bersangkutan masih memiliki upaya hukum luar biasa dan mengajukan hak-haknya untuk mendapatkan seperti grasi, remisi, amnesti. Sehingga apabila dikabulkan, maka akan membahayakan bagi penegakan hukum, dan seharusnya ada persyaratan khusus dalam putusan a quo.