Pemidanaan dinilai kerap tidak efektif dalam upaya pengembalian kerugian negara.
Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal mengutamakan mekanisme hukum di luar pemidanaan dalam upaya mengembalikan kerugian negara akibat kasus-kasus dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah daerah (pemda).
Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Jan S Maringka, setidaknya ada tiga pendekatan yang bakal diutamakan Kejagung dalam upaya menyelamatkan aset negara, yakni follow the money, efek detterent, dan restorative justice.
"Follow the money adalah instrumen pidana yang seringkali dirasakan cukup efektif. Namun, ternyata masih ada perbedaan pandangan mengenai ini. Oleh sebab itu instrumen pidana tidak lagi menjadi instrumen yang yang dikedepankan," kata Maringka di Hotel Grandhika Iskandarsyah, Jakarta Selatan, Selasa (15/10).
Dijelaskan Maringka, pemidanaan dalan konteks pengembalian aset negara bakal menjadi ultimum remidium. Artinya, sanksi pidana dipergunakan manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya mengembalikan kerugian negara.
"Nah, ini yang sedang kita kembangkan. Bagaimana instrumen-instrunen yang kita miliki, baik pidana, perdata, maupun tata usaha negara secara bersinergi. Tugas pokok dan fungsi kejaksaan di sini termasuk dalam upaya pemulihan aset. Jadi, tidak hanya, kalau dalam konteks pidana adalah berkaitan dengan proses-proses hukum, yang terkait dengan pelakunya," ujar dia.