Imparsial mengkritisi pemanggilan perwakilan PBB oleh Kemlu terkait komentar atas KUHP.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI memanggil perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia pada Senin (12/12). Pemanggilan ini terkait dengan komentar PBB atas pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Lembaga Imparsial menilai, respon pemerintah dengan memanggil perwakilan PBB untuk Indonesia terlalu berlebihan. Direktur Imparsial, Gufron Mabruri mengatakan, tanggapan PBB atas KUHP tersebut sejatinya merupakan sebuah keharusan.
"Pemerintah seharusnya menyadari, hal tersebut merupakan sebuah keharusan dan sudah menjadi tugas dari PBB untuk mengingatkan negara-negara anggotanya, untuk tidak membuat aturan legislasi yang berpotensi melanggar hak asasi manusia," kata Gufron dalam keterangan tertulis, Rabu (14/12).
Terlebih, imbuh Gufron, dampak dari KUHP yang baru disahkan ini juga tentunya tidak hanya akan berlaku terhadap warga negara Indonesia. Kendati, juga terhadap warga negara asing (WNA) yang sedang berada di Indonesia.
Gufron menilai, para perumus KUHP baik dari pemerintah maupun DPR, seharusnya mengundang dan mendengarkan masukan dari PBB. Khususnya, masukan dari Komite Hak Asasi Manusia (Human Rights Council) terkait dengan pasal-pasal yang berpotensi melanggar hak asasi manusia.