BPIP tidak memiliki payung hukum memimpin BRIN karena dibentuk berdasarkan perpres.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari membeberkan sejumlah kemungkinan untuk membatalkan pengintegrasian lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) berbentuk lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) dan badan litbang di kementerian/lembaga (K/L) ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Menurut Feri, peluang itu bisa dilihat dari munculnya Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP) dalam struktur BRIN. Dalam Pasal 7 ayat 2 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang BRIN ditulis bahwa Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dijabat ex-officio oleh Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Pertanyaan saya, tiba-tiba muncul BPIP di sini, ada apakah? Tentu Bu Mega (Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri) yang menentukan siapa yang (menjadi) ketua BRIN ini. Cuma saya gak ngertinya begini, karena menurut peraturan, BPIP itu bukanlah lembaga yang tepat memimpin BRIN," kata Feri Amsari dalam Forum Alinea.id bertajuk 'Dampak Peleburan LPNK IPTEK dan Litbang K/L ke BRIN', Kamis (19/8).
Feri menjelaskan, BPIP tidak memiliki payung hukum untuk memimpin BRIN. Alasannya, BPIP dibentuk oleh peraturan presiden (perpres), sedangkan BRIN dibentuk oleh undang-undang (UU). Secara logika hukum, kata Feri, tidak ada lembaga yang dibentuk lewat perpres memimpin lembaga yang dibentuk karena amanah UU.
"Jadi enggak masuk akal. Bagi saya ini dipaksakan. BPIP sudah ada strukturnya, tiba-tiba meloncat otomatis memimpin lembaga BRIN yang dibentuk UU. Artinya BPIP memimpin seluruh lembaga penelitian, peneliti di seluruh Indonesia, termasuk para dosen, seperti saya," ujarnya.