Di Indonesia, kata dia, tren suhu rata-rata tahunan periode 1951-2021 meningkat 0,15 derajat Celsius per 10 tahun.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengingatkan bahwa ancaman krisis pangan semakin nyata dan menghantui banyak negara di dunia. Kondisi ini sebagai akibat cepatnya laju perubahan iklim.
Hal itu merujuk data World Meteorological Organization akhir 2022. Data ini hasil monitoring badan meteorologi di 193 negara di dunia. Selain itu, kata Dwikorita, Organisasi Pangan Dunia (FAO) juga meramalkan pada 2050 mendatang dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim karena gagal panen dan panen menurun.
Mengutip data FAO, Dwikorita menjelaskan lebih dari 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80% pangan dunia tergolong paling rentan terhadap perubahan iklim. Ini terjadi di berbagai negara tanpa memandang negara besar, kecil, maju atau berkembang.
"Kerentanan pangan ini tidak lepas dari kenaikan suhu global yang akhirnya memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air, sehingga menghasilkan water hotspot atau krisis air," kata Dwikorita di Jakarta, baru-baru ini.
Dwikorita memaparkan, seluruh negara di dunia saat ini mengalami dampak perubahan iklim dengan tingkat kerentanan berbeda-beda, seperti cuaca ekstrem, bencana alam, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan muka air laut, krisis air, dan lainnya. Makanya perlu tindakan konkret seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia untuk menekan laju ini.