Dicontohkannya dengan dideportasinya seorang PMI dari Singapura pada Januari lalu.
Pekerja migran Indonesia (PMI) di negara maju rawan terpapar radikalisme. Dalihnya, banyak narasi terkait tersebar di media sosial dan negara maju memiliki kemudahan mengakses internet, termasuk konten tersebut.
"Pekerja migran cukup rawan terpapar radikalisme. Ini mengingat konten-konten narasi radikal banyak terdapat di media sosial, sementara pekerja migran yang berada di negara maju lebih mudah mengakses internet," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Boy Rafli Amar, dalam keterangannya, Sabtu (18/2).
Dicontohkannya dengan dideportasinya seorang PMI dari Singapura, Januari lalu. Pangkalnya, yang bersangkutan terpapar paham ekstremisme dan menyebarkan konten-konten tersebut di sosial media.
"Ini menegaskan bahwa siapa pun, termasuk pekerja migran, bisa terpapar radikalisme," ucap eks Kapolda Banten itu.
Boy mengingatkan, setiap warga negara wajib memiliki pemahaman tentang ciri-ciri dan karakter kelompok ekstrem, intoleran, dan terorisme agar terhindar dari ekstremisme. Selain itu, baginya, setiap WNI mesti mengetahui "vaksin kebangsaan", yang terdiri atas transformasi wawasan kebangsaan, revitalisasi nilai-nilai Pancasila, moderasi beragam, pelestarian akar budaya bangsa, serta transformasi pembangunan.