Nasional

Kerinduan akan kemurnian berbalut politik identitas

Politik identitas menyebabkan terjadinya pemisahan sosial secara horisontal.

Minggu, 22 Juli 2018 17:00

Pemilihan Presiden 2014 dan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 seolah memberikan dampak tak berkesudahan bagi polarisasi masyarakat di Indonesia. Pilgub Jakarta 2017 menjadi contoh bagaimana politik identitas benar-benar mampu membelah masyarakat Jakarta, bahkan Indonesia. Keputusan untuk memilih kepala daerah tidak lagi dilandasi dengan nalar rasional terkait kompetensi calon, tetapi lebih kepada sentimen identitas.

“Perbedaan-perbedaan muncul karena ada suatu obsesi akan kemurnian, suatu yang otentik, yang asli,” kata Professor Monash University Australia, Ariel Heryanto, menanggapi politik identitas yang berkembang di Indonesia. 

Ujaran kebencian yang berkembang akibat dari politik identitas, kata Ariel, telah ada sejak sejarah manusia yang disebabkan oleh ketimpangan.

“Sekarang ujaran kebencian itu begitu hebat, sampai-sampai seorang calon presiden yang bagus adalah calon presiden yang bisa membenci a, b, c,” ucap Ariel.

Sejak Indonesia merdeka, jelas Ariel, Indonesia telah belajar membenci. Pertama-tama bangsa Indonesia membenci orang barat, Belanda, berkulit putih, dan semua yang asing-asing. “Jika membaca buku sejarah, kebencian itu sedikit banyak patut disalahkan pada Belanda yang melakukan agresi militer,” terangnya di Sudirman, Jakarta Selatan.

Annisa Saumi Reporter
Gema Trisna Yudha Editor

Tag Terkait

Berita Terkait