Badan Pusat Statistik menyebut, kedua negara ini penting dalam perdagangan internasional Indonesia.
Tren peningkatan tekanan inflasi serta penurunan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara di dunia, diperkirakan terus terjadi. Bahkan, International Monetary Fund (IMF) telah merevisi perkiraannya, semula inflasi global di triwulan II dan IV-2022 diprediksi terjadi sebesar masing-masing 7,7% (yoy) dan 6,9% (yoy), naik menjadi 9,0% (yoy) dan 8,3% (yoy). IMF juga merevisi prediksinya pada pertumbuhan ekonomi global. Di mana pada awalnya IMF memprediksi terjadi pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,6% (yoy) di 2022 dan 2023, kemudian direvisi menjadi 3,2% (yoy) untuk 2022 dan 2,9% (yoy) untuk 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan, tekanan inflasi global turut memengaruhi ekonomi di berbagai negara mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat (AS) yang saat ini mengalami inflasi hingga 9,1%, Singapura 6,7%, Korea Selatan 6,0%, China 2,5%, dan Jepang 2,4%.
Kondisi ekonomi tersebut di atas tidak terlepas dari pengaruh konflik geopolitik Rusia dan Ukraina. Belum usainya gejolak di kedua negara tersebut, membuat Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengimbau agar Indonesia waspada dengan ketegangan yang mulai terjadi antara China dan Taiwan.
“Memanasnya situasi politik antara China dan Taiwan, perkembangan ini perlu kita waspadai, karena kedua negara ini penting dalam perdagangan internasional Indonesia,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers BPS, Senin (15/8).
Berkaitan dengan China, menurut Setianto, Indonesia memiliki net ekspor impor dengan negara mitra dagang China cukup tinggi, yakni di 2021 mencapai 23,21% dari total ekspor Indonesia dan 28,70% dari total impor Indonesia. Untuk Juni 2022, terpantau total ekspor Indonesia dari China mencapai di kisaran US$5,1 miliar dan impor sekitar US$6 miliar.