Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo Suroyo mengeluhkan minimnya jumlah sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo Suroyo, mengeluhkan minimnya jumlah sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki lembaganya. Kekurangan SDM, kata dia, berdampak pada kinerja LPSK dalam mendampingi korban dan saksi.
Hasto menerangkan, cakupan wilayah kerja yang sangat luas, baik dalam dan luar negeri tak sebanding dengan sumber daya manusia yang ada di LPSK. Ia menyebut jumlah pegawainya saat ini hanya berjumlah 220 orang.
"Kami terus berjibaku walaupun sulit menjangkau seluruh pelosok untuk melaksanakan program perlindungan dan pemulihan kepada saksi dan korban," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Senayan, Jakarta, Senin(14/2).
Menurut Hasto, permasalahan SDM yang dihadapi oleh LPSK berlanjut setelah pemerintah menetapkan 2023 sebagai batas akhir untuk menyelesaikan status kepegawaian tenaga honorer di lingkungan instansi pemerintahan.
Nanti hanya ada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terdiri dari PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Hal ini sangat berdampak bagi LPSK karena sebagian besar pegawai LPSK yang menjalankan program perlindungan dilakukan oleh pegawai pemerintah nonpegawai negeri, atau pegawai pemerintah nonpegawai negeri (PPNPN).