Pemerintah melakukan upaya pencegahan penggunaan identitas tanpa hak.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) meminta operator layanan telekomunikasi seluler dan penjual kartu SIM (SIM card) tidak menjual kartu SIM dalam keadaan aktif.
Hal ini bertujuan untuk mencegah peredaran ilegal atau menggunakan identitas tanpa hak, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri (PM) Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
"Saya selalu menekankan sesuai dengan PM 5/2021 agar betul-betul, baik operator maupun seluruh jajarannya sampai ke tingkat penjual kartu prabayar mematuhi ini dengan melaksanakan registrasi secara benar, dan kemudian tidak ada lagi cerita menjual SIM card dalam keadaan aktif," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Ahmad M. Ramli dalam keterangannya, Kamis (8/7).
Ramli menyatakan pengguna kartu SIM aktif di Indonesia saat ini mencapai 345,3 juta. Dia menjelaskan, PM Kominfo No. 5 Tahun 2021 yang mulai berlaku sejak April 2021 mengatur registrasi kartu SIM prabayar. Pengaturan itu bukan tanpa tujuan, sebab saat ini pengguna layanan telekomunikasi seluler juga cenderung meningkat.
"Seringkali terjadi dimanfaatkan juga untuk penipuan, kejahatan dan lain-lain. Oleh karena itu (melalui PM Kominfo 5/2021), di sinilah esensi pentingnya registrasi prabayar secara konsisten. Karena apa? Fungsinya untuk kesehatan, ekonomi digital, perbankan dan lain-lain," jelasnya.
Menurut Ramli, saat ini pengguna aktif media sosial di Indonesia mencapai 170 juta jiwa. Dari banyaknya jumlah tersebut, rata-rata memanfaatkan over the top dan berbagai aplikasi digital untuk kehidupan sehari-sehari.
"Kendari demikian, masih ada yang sengaja menggunakan untuk melakukan tindak kejahatan," ungkapnya.
Dalam PM 5/2021 pasal 153 ayat (5) disebutkan, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengedarkan kartu perdana dalam keadaan tidak aktif untuk semua layanan jasa telekomunikasi. Selanjutnya dalam ayat (6) peredaran dalam kondisi tidak aktif wajib dilaksanakan juga oleh setiap orang yang menjual kartu perdana, yaitu distributor, agen, outlet, pelapak, dan/atau orang perorangan.
Dalam peraturan yang sama, terdapat prinsip mengenal pelanggan (know your customer/KYC) yang diterapkan untuk mengetahui identitas pelanggan adalah benar dan digunakan oleh orang yang berhak.
Terpisah, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh mengajak ekosistem di industri telekomunikasi untuk menggencarkan penolakan terhadap kartu SIM ilegal atau kartu yang sudah terhubung dengan data pribadi orang lain tetapi tetap diperjualbelikan.
"Mari kita bersama-sama menggelorakan penjualan kartu prabayar yang betul-betul nol (0), belum ada datanya. Jadi, kepada yang mendaftar betul-betul menggunakan dengan nama dirinya sendiri," ujarnya.
Zudan menyatakan, penggunaan kartu SIM yang resmi berdasarkan data pribadi akan dapat membantu pemerintah untuk membangun single identity number. Menurutnya, di era media sosial hal itu menjadi wujud peran masyarakat untuk memanfaatkan data secara lebih bertanggung jawab.
“Untuk keutuhan bangsa, keselamatan negara, dan tentu saja untuk kemudahan kita di dalam berkomunikasi sosial, berkomunikasi dalam transaksi ekonomi, bahkan suatu ketika nanti mungkin di dalam kita melakukan transaksi politik bisa jadi melalui elektronik voting yang berbasis kartu prabayar atau dengan nomor handphone atau dengan media apapun,” jelasnya.
Mencermati perkembangan teknologi, Zudan Arif menyatakan kehadiran smartphone adalah revolusi yang sangat besar dalam kehidupan di era digital saat ini. Meskipun demikian, dia mengakui masih dijumpai dampak negatif seperti penyebaran hoaks, disinformasi, dan plagiarisme.
"(Konten negatif) itu adalah dampak yang minor dibandingkan besarnya manfaat, tentu saja yang minor ini yang harus kita antisipasi dan semakin kita tekan," ungkapnya.