Pembangunan KEK Mandalika patut diduga belum berlandaskan standar HAM.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara menyebut, proses pengadaan lahan untuk pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), disertai intimidasi terhadap warga.
Kata Beka, PT Indonesian Tourism Development Corporation (PT ITDC) dan warga sama-sama mengklaim memiliki hak kepemilikan/penguasaan lahan tersebut. Merujuk pada hak pada Pipil Garuda, iuran pembangunan daerah (IPEDA), dan SPPT Pajak, warga mengku tidak pernah melepaskan lahan tersebut kepada siapapun.
Di sisi lain, PT ITDC mengklaim lahan tersebut atas dasar hak pengelolaan lahan (HPL) yang terbit pada 2010, sehingga terjadi tumpang tindih kepemilikan. Berdasarkan penelusuran riwayat asal usul HPL itu, pengadaan tanah berasal dari PT Pengembangan Pariwisata Lombok (PPL) atau Lombok Tourism Development Corporation (LTDC) pada 1990-an.
“Proses pengadaan tanah tersebut, diduga tidak clear and clean. Selain itu, proses pembebasan lahan saat itu diduga dilakukan dengan intimidasi kepada masyarakat untuk menyerahkan lahan, dengan melibatkan aparat keamanan dan pihak-pihak lain,” ujar Beka dalam keterangan tertulis, Jumat (23/4).
Dari hasil verifikasi dokumen maupun lapangan, kata dia, ditemukan adanya kesalahan pada obyek terkait pengukuran dan lokasi bidang. Juga kesalahan pada subjek terkait yang melepaskan, dan/atau menerima pembayaran lahan.