Nasional

Polemik Netflix, dari konten hingga pajak

Sejak beroperasi di Indonesia pada 2016, layanan berlangganan streaming, Netflix, terus menuai kontroversi. Mengapa?

Kamis, 16 Januari 2020 16:25

Sejak beroperasi di Indonesia pada 2016, layanan berlangganan streaming, Netflix, terus menuai kontroversi. Salah satu alasannya lantaran konten yang dihadirkan layanan video on demand (VoD) tersebut memuat konten berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), lesbi, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), serta pornografi, yang tidak sesuai dengan norma sosial dan regulasi yang berlaku di Tanah Air.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan hal itu berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. 

"Menurut aturan tersebut, konten terkait pornografi maupun pelanggaran kesusilaan tidak boleh ditayangkan," ujar Heru dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (16/1).

Heru menyebut, permasalahan Netflix lainnya yaitu tidak mematuhi peraturan konten tontonan berdasarkan klasifikasi usia yang ada di Indonesia. Seperti diketahui, di Indonesia ada empat kriteria penggolongan film berdasarkan usia, yakni semua umur, di mana tidak boleh mengandung adegan kekerasan, seks, takhayul, horor atau sadis, dan mengganggu perkembangan anak.

Lalu, film berlabel 13+, tidak boleh menampilkan adegan yang rawan ditiru remaja seperti pergaulan bebas. Kemudian, film berlabel 17+, boleh menampilkan unsur seksualitas dan kekerasan, namun tidak boleh berlebihan dan harus bermuatan edukasi. Selanjutnya, kategori 21+, judul, tema, adegan, ditujukan untuk orang dewasa namun tidak berlebihan.

Eka Setiyaningsih Reporter
Satriani Ari Wulan Editor

Tag Terkait

Berita Terkait