Padahal, kesalahan yang ada di UU Ciptaker tersebut merupakan kesalahan substansial yang menunjukkan keteledoran.
Opsi yang ditawarkan DPR terkait perbaikan salah ketik dan tidak sinkron dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dengan cara berkoordinasi dengan pemerintah, dinilai terlalu menyederhanakan persoalan.
"Jalan keluar yang ditawarkan pemerintah dan DPR terlalu simplifikasi persoalan. Padahal, kesalahan tersebut merupakan kesalahan substansial yang menunjukkan keteledoran. Perlu dicek, kesalahan ketik tersebut berasal dari DPR atau pihak pemerintah?" kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi kepada Alinea.id, Jumat (6/11).
Seharusnya, rentang waktu lama yang diberikan DPR dan pemerintah sebagaimanan diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP), dapat dimaksimalkan untuk memperbaiki redaksional kata.
"Ingat, filosofi mengapa DPR diwajibkan mengirimkan naskah RUU yang telah disetujui bersama maksimal 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan. Kemudian penandatanganan RUU oleh presiden maksimal 30 hari, agar naskah RUU tersebut benar-benar telah melalui proses proof reading," tegas dia.
"Jika kesalahan yang terjadi hanya urusan 'typo,' bagaimana jika ke depan ditemukan persoalan substansial dalam UU Cipta Kerja tersebut?" kata Ferdian.