Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka. Seorang di antaranya pelaku perintangan penyidikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mendalami kasus dugaan korupsi pertambangan bijih timah di Bangka Belitung pada 2015-2022. Bahkan, menetapkan tersangka ke-11 pada Senin (19/2), yakni General Manager PT Trinindo Inter Nusa (TIN), RL.
Ia ditetapkan sebagai tersangka lantaran turut bersekongkol dengan tersangka lain, Dirut PT Timah Tbk 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), dan Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018, Emil Emindra (EE), untuk mengakomodasi pertambangan ilegal. Dalam menjalankan aksinya, RL mengumpulkan bijih timah yang dikover dengan membentuk perusahaan cangkang.
Selain ketiganya, delapan orang lainnya juga telah berstatus tersangka. Mereka adalah Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), Suwito Gunawan (SG); Direktur PT SIP, MB Gunawan (MBG); Dirut CV Venus Inti Perkasa (VIP), Hasan Tjhie (HT); pemilik manfaat (benefit official ownership) CV VIP dan PT MCN, Tamron alias Aon (TN); Manager Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); bekas Komisaris CV VIP, BY; Dirut PT SBS, RI; dan TT (perintangan penyidikan).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi, mengatakan, kasus ini dilakukan dengan modus PT Timah membeli bijih timah dari swasta senilai Rp1,72 triliun. Angka tersebut bagian dari estimasi potensi kerugian negara.
Ia melanjutkan, kerugian negara dalam kasus ini lebih besar daripada perkara korupsi ASABRI (Rp22,78 triliun) dan Duta Palma (Rp42 triliun). Hal tersebut juga menghitung kerugian perekonomian negara akibat kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan ilegal.