Kasus terbanyak terjadi di Jawa Barat dan di sektor perkebunan.
Langkah pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam penanganan dan penyelesaian konflik agraria pada 2022 tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Padahal, terjadi peningkatan konflik agraria, termasuk eskalasi kekerasannya.
Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), terjadi sedikitnya 212 konflik agraria di berbagai sektor investasi dan bisnis berbasis korporasi sepanjang 2022. Konflik terjadi di 459 desa dan kota di Indonesia serta melibatkan 1.035.613 hektare (ha) dan 346.402 kepala keluarga (KK).
"Letusan konflik agraria di tahun 2022 memperlihatkan kenaikan, yakni dari 207 letusan pada tahun 2021 menjadi 212 pada tahun 2022. Meskipun kenaikannya tidak signifikan, namun dari sisi luasan wilayah terdampak konflik agraria naik drastis hingga 100% dibanding tahun 2021. Begitu pun dari sisi jumlah korban yang terdampak konflik agraria mengalami kenaikan signifikan hingga 43% dibanding tahun 2022," papar KPA dalam keterangannya, Senin (9/1).
Dari 212 konflik agraria tersebut, 99 kasus di antaranya terjadi di sektor perkebunan, yang 80 kejadian di antaranya di lahan sawit. Kemudian, sektor infrastruktur 32 kasus, properti 26 kasus, pertambangan 21 kasus, kehutanan 20 kasus, fasilitas militer 6 kasus, serta masing-masing 4 kasus di pertanian/agribinis dan pulau-pulau kecil.
Berdasarkan lokasinya, konflik agraria pada 2022 terjadi di 33 provinsi dengan perincian Jawa Barat 25 kasus, Sumatera Utara (22), Jawa Timur (13), Kalimantan Barat (13), Sulawesi Selatan (12). Adapun dari sisi luasan, Sumatera Utara teratas dengan 215.404 ha, lalu Kalimantan Barat (161.262 ha), Kalimantan Timur (128.249 ha), Sulawesi Tengah (108.125 ha), dan Jambi (79.334 ha).