Perbuatan tersebut dinilai melanggar Konvensi PBB tentang Antikorupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan Transparency International (TI) menambahkan indikator komitmen negara berantas rasuah dalam indeks persepsi korupsi (IPK). Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, lantaran selama ini pihaknya menemui kendala ketika mengusut praktik lancung lintas negara.
Padahal, Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tentang antikorupsi, yang mana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006. Dalam regulasi itu, menurut Ghufron, salah satu pemahamannya adalah rasuah kejahatan sindikat lintas negara.
Akan tetapi, Ghufron mengatakan, terdapat negara-negara yang tidak menghormati konvensi dengan tak ikut membantu memberantas korupsi. Dia menyontohkan, seperti negara yang tak memberikan akses informasi, termasuk ekstradisi koruptor.
"Ternyata negara-negara yang begitu (tidak membantu), malah dianggap IPK-nya masih tinggi," ujarnya dalam webinar, Rabu (24/3). Namun, Ghufron tidak menyebutkan negara mana yang dimaksud.
Menurut Ghufron, negara yang melindungi hasil korupsi malah menjadikan duit praktik lancung sebagai investasi. Di sisi lain, negara yang berbuat seperti itu dinilai memiliki IPK tinggi.