PJJ daring bertumpu pada internet, padahal disparitas digital di Indonesia sangat lebar.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) segera membuat skenario pelayanan dan penyelenggaraan pendidikan nasional di masa pandemi Covid-19. Hingga saat ini, Kemendikbud-Ristek dinilai belum mampu mengatasi krisis di bidang pendidikan.
Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Mansur menyebut, Kemendikbud-Ristek seperti tidak berdaya dan kebingungan dalam mengatasi berbagai permasalahan kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). “Program Guru Penggerak yang kami nilai akan menjadi jurus ampuh menuju merdeka belajar yang sangat dibutuhkan disaat pandemi, ternyata hanyalah pelatihan ribuan calon guru penggerak yang melibatkan ratusan fasilitator. Namun, hasilnya satu tahun kemudian belum tentu. Pendidikan kita keburu tenggelam di masa pandemi ini,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Minggu (2/5).
FSGI menganggap Kemendikbud-Ristek seperti kehabisan akal menghadapi kendala PJJ. Meski, serangkaian kebijakan telah dibuat, tetapi belum dapat menunjukkan hasil yang diharapkan. Bahkan, justru angka putus sekolah bertambah dan peserta didik dari keluarga miskin nyaris tidak terlayani karena ketiadaan alat daring.
“Kekeliruan dari awal adalah Kemdikbud menjadikan BDR (belajar dari rumah) menjadi PJJ daring yang bertumpu pada internet, padahal disparitas digital sangat lebar antar daerah di Indonesia,” ujar Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo.
Selain pemberian kuota internet yang tidak disertai dengan pemetaan kebutuhan yang beragam, keluarga miskin tidak memiliki gawai dan wilayah blank spot tidak terlayani PJJ. Kegagalan dalam penanganan dampak buruk PJJ dinilainya justru dengan relaksasi surat keputusan bersama (SKB) 4 Menteri yang akan membuka sekolah tatap muka serentak pada Juli 2021.