P2G mengkritik Program Merdeka Belajar edisi SMK Pusat Keunggulan yang dirilis Mendikbud Nadiem Makarim.
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) memberi catatan terhadap Program Merdeka Belajar edisi "SMK Pusat Keunggulan". Pertama, skema afirmasi terhadap 300 SMK pada 2019 dan 491 pada 2020 dinilai tidak menyelesaikan masalah pokoknya dan cenderung mirip dengan sekolah penggerak dan guru penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Bagi kami, afirmasi SMK semestinya diberikan kepada sekolah SMK yang terpinggirkan, yang akreditasi jurusannya rendah, yang serapan lulusannya rendah, yang bengkel dan ruang praktiknya minim, yang kompetensi gurunya belum baik. SMK seperti ini yang harus diafirmasi pemerintah," ujar guru SMK Negeri sekaligus Ketua P2G Penajam Paser Utara, Kaltim, Surifuddin, dalam keterangan tertulis, Kamis (18/3).
Menurutnya, pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK harus dievaluasi secara komprehensif dan mendasar. Model dan skema pengimbasan seperti program tersebut sebenarnya sudah ada sejak 2017 dalam bingkai revitalisasi SMK dan "terbukti gagal."
Kedua, SMK kekurangan guru mata pelajaran produktif. Imbasnya, pengajar mata pelajaran core program banyak diisi guru mata pelajaran normatif, seperti PPKN, agama, dan bahasa.
"Mestinya kekurangan guru mata pelajaran produktif ini yang dipenuhi dulu mengingat core program SMK sesungguhnya terletak pada mata pelajaran produktif,” tutur Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim.