Komnas HAM didesak melakukan penyelidikan atas tindak kekerasan yang dilakukan aparat selama mengamankan aksi demo.
Lembaga advokasi hukum dan kemanusiaan Lokataru Foundation mengungkapkan cara polisi menangkap massa pedemo dari kalangan mahasiswa dan pelajar pada 24 dan 26 September 2019. Para pedemo ditangkap polisi bak penjahat kelas berat.
Deputi Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Mufti Makarim, mengatakan dari hasil temuan lembaganya ada sekitar 400 mahasiswa dan pelajar yang ditangkap polisi saat berunjuk rasa pada dua hari tersebut. Menurutnya, mereka ditangkap dengan alasan yang tidak jelas. Bahkan banyak korban yang tidak paham mengapa ditangkap.
“Banyak dari mereka yang ditangkap pascaaksi unjuk rasa saat kepolisian melakukan sweeping di sekitar area demo,” kata Mufti dalam jumpa pers di Jakarta pada Senin (28/10).
Mufti menjelaskan, proses penangkapan ratusan mahasiswa dan pelajar itu dilakukan dengan cara yang bertentangan dengan peraturan dan prosedur penangkapan. Mufti menilai pola penangkapan tersebut dengan istilah arrest first, question later alias tangkap dulu, bertanya kemudian.
“Artinya, penangkapan dilakukan tanpa bukti kuat. Para mahasiswa dan pelajar yang ditangkap langsung dikenakan beberapa pasal, seperti pasal penghasutan untuk melakukan tindakan kekerasan, perusakan dan tindak kekerasan terhadap orang atau barang, hingga pasal menghalangi, melawan, dan memaksa aparat penegak hukum melakukan tindakan pembubaran aksi demonstrasi,” ucap Mufti.