49 tahun lalu, Sukarno wafat. Ia dimakamkan di Blitar atas perintah penguasa Orde Baru, Soeharto.
Blitar, kota kecil seluas 32,58 kilometer persegi di Jawa Timur sangat identik dengan sosok proklamator kemerdekaan sekaligus presiden pertama Indonesia, Sukarno. Di kota ini, terdapat rumah orang tua Sukarno. Rumah ini kemudian dikenal oleh para pelancong sebagai Istana Gebang.
Menurut Sukarno dalam buku Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1966) yang ditulis Cindy Adams, ayahnya Raden Soekemi Sosrodihardjo yang berprofesi sebagai guru dipindah tugaskan ke Blitar pada 1917. Saat itu, Sukarno tengah menempuh pendidikan di Hogere Burger School (HBS) Surabaya, dan tinggal di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Selain itu, ada perpustakaan dan Museum Bung Karno. Sukarno pun dimakamkan di kota terkecil nomor tujuh di Indonesia ini. Makam tersebut berada satu kompleks dengan perpustakaan dan museum di daerah Bendogerit, Sananwetan, Kota Blitar.
Mengapa Blitar?
Pemakaman Sukarno yang bersebelahan dengan makam ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai di Blitar, Jawa Timur, nyaris setiap hari dipenuhi peziarah dari berbagai kota. Mereka merapal doa, yang lainnya menabur bunga. Tanah di makam itu seolah-olah seperti masih baru. Dipenuhi bunga dan basah. Bung Karno memang selalu punya cerita. Termasuk terkait makamnya.