Registrasi kartu SIM diwarnai dugaan kebocoran data pribadi. Di sisi lain, publik cenderung mudah memberi info pribadi di media sosial.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menutup masa registrasi kartu SIM pada akhir Februari lalu. Berikutnya akan dilakukan pemblokiran fungsi telepon, sms, dan akses data bagi kartu SIM yang belum registrasi, secara bertahap selama dua minggu. Kebijakan wajib registrasi digulirkan dengan dalih pengamanan data pribadi. Namun hal ini justru diragukan sejumlah pegiat perlindungan privasi yang tergabung dalam Sahabat untuk Informasi dan Komunikasi yang Adil (SIKA).
Salah satu pegiat SIKA dari ELSAM, Wahyudi Djafar menuturkan, registrasi kartu SIM telah membuka tabir tiga persoalan di masa kini, kaitannya dengan keamanan data pribadi. Pertama, kesadaran publik terbilang rendah dalam melindungi dan menjaga data pribadinya. Mereka akan cenderung menyepelekan privasi dengan menyebarkan data pribadi ke pihak lain, karena menganggap data pribadi bukan properti penting. Kedua, belum ada mekanisme UU yang melindungi data pribadi, khususnya terkait kewajiban pengumpul dan pengelola data. Ketiga, kian masif praktik massal pengumpulan data, yang diorganisir pemerintah maupun swasta. Klaim ketiga inilah yang belum bisa dibuktikan keamanannya.
Dalam rilis yang ditulis ELSAM, Rabu (7/3) hal paling mendesak yang perlu diselesaikan adalah ketiadaan payung hukum soal perlindungan data pribadi. Menurut Wahyudi, ada 32 UU yang mengatur data pribadi warga negara. Mayoritas hukum positif tersebut memberi wewenang besar pada otoritas pemerintah dan swasta untuk pengelolaan data pribadi, termasuk di dalamnya praktik intrusi. Sektor yang diatur pun beragam mulai telekomunikasi, keuangan dan perbankan, kependudukan, hingga penegakan hukum.
Dari sekian UU tersebut, justru banyak centang perenang dalam aspek tujuan pengelolaan data pribadi, pemberi izin untuk membuka data pribadi ke pihak ketiga, hingga mekanisme pemulihan bagi korban pelanggaran privasi.
“Merujuk pada Permenkominfo Nomor 12 Tahun 2016 dan Permenkominfo Nomor 14 Tahun 2017, yang diubah kembali dengan Permenkominfo No. 21 Tahun 2017, tidak disebutkan dengan jelas maksud dan tujuan dari dilakukannya registrasi ulang kartu SIM. Pihak pemerintah hanya mengatakan, kebijakan ini diperlukan dikarenakan banyaknya praktik penyalahgunaan SIM Card, seperti penipuan. Ini senada dengan masalah perekaman informasi pribadi di program KTP elektronik,” urai Wahyudi dalam rilisnya.