Molnupiravir dinilai tak bermanfaat untuk menekan pandemi. Pemerintah diminta tak tergoda taktik marketing pabrik obat.
Pemerintah diingatkan untuk tetap fokus pada upaya menekan Covid-19 yang sudah berjalan. Langkah menggenjot vaksinasi yang menjangkau semua penduduk rawan, termasuk memprioritaskan wilayah aglomerasi, terbukti mampu mengendalikan laju penularan virus SARS-Cov-2.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengingatkan agar pemerintah tidak tergoda pada bujuk rayu industri farmasi yang menjual obat Covid-19. Pemerintah diminta fokus pada vaksinasi yang ditunjang surveilans yang baik, dan protokol kesehatan dijalankan konsisten.
"Buat apa pemerintah beli obat Molnupiravir? Fokuskan pada ikhtiar kita yang sekarang agar berhasil tekan lonjakan kasus yang masif. Obat itu hanya bermanfaat pada kasus ringan dan sedang, dan hanya 5 hari pertama. Kecuali ada kepentingan tertentu yang tidak diketahui publik," tulis "juru wabah" itu di akun twitternya, Selasa (9/11).
Buat apa pemerintah beli obat molnupiravir? Fokuskan pd ikhtiar kita yg sekarang agar berhasil tekan lonjakan kasus yg masif. Obat tsb hanya bermanfaat pada kasus ringan dan sedang, dan hanya 5 hari pertama. Kecuali ada kepentingan tertentu yg tidak diketahui publik. @KemenkesRI pic.twitter.com/AXgt0QKKa1 — Juru Wabah ???????? (@drpriono1) November 8, 2021
Pandu merespons langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memborong Molnupiravir, obat produksi Merck, yang diklaim manjur untuk Covid-19 gejala ringan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pihaknya melakukan uji klinis pada segala jenis baru obat Covid-19. Termasuk yang menjadi perbincangan publik, Molnupiravir.