Pemerintah mengebut pembangunan sentra-sentra garam. Namun, upaya-upaya itu dinilai mustahil membebaskan Indonesia dari jerat garam impor.
Sejak empat bulan terakhir, Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Republik Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin kian rutin berdiskusi dengan para petani garam di seluruh Indonesia. Di antara persoalan-persoalan lainnya, soal stok garam kerap jadi bahasan utama Jakfar dan para petani.
Topik itu, kata Jakfar, jadi penting didiskusikan setelah dirilisnya Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pergaraman Nasional (Perpres 126/2022). Diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 27 Oktober 2022, beleid tersebut menginstruksikan percepatan pembangunan industri garam untuk memenuhi kebutuhan nasional.
"Terutama soal stok garam saat (jumlah) komoditas ini menurun saat musim penghujan. Kalau enggak, nanti saat impor ditutup pada 2024, kita sendiri yang repot," ucap Jakfar saat berbincang dengan Alinea.id, Selasa (14/2).
Selain percepatan pembangunan industri garam, Perpres 126/2022 juga mengamanatkan penghentian impor garam untuk kebutuhan industri, selain industri kimia dan chlor alkali plant (CAP). Impor garam "dijadwalkan" disetop pada 2024.
Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kebutuhan garam nasional tercatat mencapai 4,6 juta ton pada 2021. Namun, PT Garam dan sentra-sentra garam di Indonesia hanya bisa memproduksi sekitar 1,5 juta ton. Sekitar 3,07 juta lainnya diimpor. Selain itu, ada sekitar 738 ribu ton garam produksi lokal yang tidak terserap karena kualitasnya rendah.