Revisi UU KPK yang telah disepakati oleh pemerintah dan DPR, dinilai menghasilkan produk hukum yang cacat formil.
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materil ihwal Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Adapun sebagai pemohon, dalam uji materil ini berjumlah 18 orang, terdiri dari 16 mahasiswa, satu politisi, dan satu wiraswasta.
Para mahasiswa sebagi pemohon mengajukan permohonan pengujian formil, yaitu revisi UU KPK tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pemohon juga mengajukan uji materil, yaitu UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945.
"Dengan ini mengajukan permohonan pengujian formil dan materil Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Bukti P-1) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Bukti P-2)," terang surat permohonan pemohon yang dibacakan Kuasa Pemohon Zico Leonard Djagardo Simanjuntak di Gedung MK, Senin (30/9).
Mahasiswa mendalilkan satu poin besar mengenai perundangan hukum yang adil. Artinya mereka merasakan ada kerugian konstitusional antargenerasi atau intergenerational inequity dan berhak memohonkan dalil tersebut sebagaimana pasal 28C ayat (2) dan 28D ayat (1) UUD 1945.
Dikatakan Zico, bangsa Indonesia memiliki perjuangan panjang untuk melawan korupsi serta menjamin mutlak setiap generasi untuk tidak kendur dalam melaksanakan pemberantasan korupsi. Apabila salah satu generasi kemudian menghambat, memperkarakan atau setidak-tidaknya membuat pemberantasan korupsi tidak dipercayai lagi, karena tidak melalui satu sistem yang transparan atau pun cacat prosedural. Maka pada akhirnya akan menghambat upaya pemberantasan korupsi bagi generasi seterusnya yang mengakibatkan korupsi semakin marak.