Modus magang kerja ke luar negeri dibuat dengan iming-iming prestisius. Faktanya, anak justru dipaksa kerja 18 jam/ hari, dengan upah minim.
Komisi Perlindungan Anak (KPAI) menemukan modus baru dalam kasus eksploitasi anak. Jika sebelumnya, KPAI mengidentifikasi modus beasiswa dan study tour anak, kini modus program magang palsu ke luar negeri jadi sorotan.
Ketua KPAI Susanto mengatakan, cukup memahami kebanggaan sekolah dan orang tua ketika anak mereka ditawari magang ke luar negeri. Namun KPAI menandaskan akan lebih jeli mencermati siapa aktor intelektual yang menjalankan program palsu ini, bagaimana rekam jejaknya. Pun sejauh apa peranan sekolah dan orang tua terkait ini. Sebab KPAI tak ingin mengorbankan anak untuk mengikuti program yang dihelat promotor palsu dengan kredibilitas yang tak teruji.
Untuk membongkar kasus itu, KPAI masih melakukan pengumpulan data jumlah korban. Pihaknya juga berupaya mengidentifikasi negara destinasi lain, di luar Malaysia.
Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi Anak Ai Maryati Solihah menambahkan, modus magang ini tergolong baru dan hampir selalu bermuara pada praktik perdagangan manusia.
Adapun total korban yang diinventarisir Koran Tempo sudah mencapai 600 orang dari berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan NTT. Sedang data Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) menyebutkan, dari 86 korban berasal dari NTT dan Jawa Timur. Di NTT, praktik perdagangan manusia dari 2016 hingga 2018 mencapai 38 kasus. Sementara 52 korban sisanya merupakan siswa SMK Kendal, yang kini tengah disidangkan di PN Semarang.