Pemda juga harus aktif melakukan pendataan, penyisiran dan intervensi warga yang belum menerima bansos, BPJS Kesehatan, dan sarana sanitasi.
Pemerintah daerah (pemda) diminta menangani kasus kekerdilan (stunting) dan kemiskinan ekstrem secara terintegrasi dan berkelanjutan karena keduanya berkaitan. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, lalu mencontohkannya dengan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah (Jateng).
"Berdasarkan data, [di] Kabupaten Grobogan, 40% keluarga yang miskin ekstrem punya balita stunting. Karenanya, menangani kemiskinan ekstrem juga menangani stunting juga," katanya dalam keterangannya.
Muhadjir melanjutkan, pemda harus aktif melakukan pendataan, penyisiran dan intervensi pada warga yang belum mendapatkan bantuan sosial (bansos), BPJS Kesehatan, dan sarana sanitasi dalam menangani stunting dan kemiskinan ekstrem. Masyarakat pun diminta turut aktif terlibat.
"Saya mohon seluruh unsur masyarakat dalam gerakan semesta ini bisa melakukan gerakan secara terpadu terintegrasi antara penanganan kemiskinan dan stunting," ucapnya dalam kegiatan "Sosialisasi Bangga Kencana dan Gerakan Semesta Mencegah Stunting" di Kecamatan Purwodadi, Grobogan, pada Selasa (23/5).
Sementara itu, Bupati Grobogan, Sri Sumarni, mengakui bahwa kasus stunting dan kemiskinan ekstrem di wilayahnya masih tinggi. Berdasarkan hasil survei status gizi Indonesia (SSGI) 2022, stunting di Grobogan sebesar 19,3%, sedangkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 mencatat kemiskinan ekstrem 2,29%.