Sukarno dan Mohammad Natsir pernah berdebat keras soal warisan Mustafa Kemal Ataturk bagi Turki dan dunia Islam.
Rencana pemerintah Indonesia menamai jalan di depan Kedutaan Besar Turki di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dengan nama Mustafa Kemal Ataturk banjir kritik. Selain dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas) Islam, protes keras juga diutarakan sejumlah politikus di Senayan.
Menurut Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas rencana mengabadikan tokoh pembaharu Turki itu sebagai nama jalan bisa memicu keresahan umat Islam di Indonesia. Ia menyebut Ataturk sebagai tokoh yang merugikan dunia Islam.
"Jadi, Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh, yang kalau dilihat dari fatwa MUI, yang pemikirannya sesat dan menyesatkan," ujar Anwar Abbas dalam keterangan pers kepada media di Jakarta, Minggu (17/10).
Ataturk adalah pendiri dan presiden pertama Republik Turki. Saat berkuasa pada periode 1923-1938, Ataturk dikenal sebagai pemimpin yang pro modernisasi dan sekularisasi. Ia, misalnya, mengeluarkan kebijakan mewajibkan pria-pria di Turki mengenakan pakaian Eropa dan melegalkan minuman keras.
Bagi sebagian besar warga negara Turki, prestasi Ataturk membangun Turki dari puing-puing Kekaisaran Otoman adalah sebuah pencapaian yang sakral. Namun, bagi yang lain, Kemalisme--sebutan untuk nasionalisme versi Ataturk--ialah pembunuh tradisi Islam yang telah berurat-berakar di Turki.