Substansi RUU MK ini tidak berkaitan dengan isu strategis yang faktual terjadi di masyarakat.
DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, pada Selasa (1/9).
Meski sudah disahkan, RUU ini masih menuai protes dari bebagai elemen masyarakat. Pasalnya, pembahasan RUU ini dinilai terlalu cepat dan kilat, bahkan tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
RUU yang disusulkan oleh DPR ini terdapat sembilan poin perubahan. Di antaranya terkait dengan kedudukan, susunan, kekuasaan MK, batas usia minimum hakim konstitusi, persyaratan hakim konstitusi yang berasal dari lingkungan peradilan Mahkamah Agung, dan batas pemberhentian hakim konstitusi karena berakhir masa jabatannya.
Terkait itu, Nagara Institute, lembaga riset dan kajian di bidang politik, hukum, dan demokrasi, menilai pengajuan, pembahasan, dan pengesahan RUU ini sebagai sebuah akrobat legislasi.
“RUU ini tidak termasuk dalam lis prioritas pada Prolegnas,” ungkap Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal, dalam keterangannya, Kamis (3/9).