Latar belakang kajian dari hasil deteksi dini penelusuran informasi yang mengarah pada potensi malaadministrasi.
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyampaikan hasil rapid assessment terkait tata kelola ekspor benih bening lobster (BBL) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kamis (8/4). Penyerahan dilakukan di Kantor ORI, Jakarta Selatan.
Anggota ORI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan, rapid assessment yang dilakukan sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan di Wilayah Indonesia.
Menurutnya, latar belakang kajian dari hasil deteksi dini penelusuran informasi yang mengarah pada potensi malaadministrasi.
"Empat potensi maladminitrasi yang ditemukan. Pertama, adanya diskriminasi pemenuhan kriteria sebagai nelayan penangkap BBL, serta proses penetapan eksportir BBL dan nelayan BBL. Kedua, adanya permintaan imbalan pada pemenuhan persyaratan teknis penetapan eksportir BBL, dan penetapan nelayan penangkap BBL," katanya.
Dia menerangkan, temuan ketiga adanya tindakan sewenang-wenang dari eksportir BBL dalam penentuan skema kerja sama atau pola kemitraan dengan nelayan penangkap BBL. Keempat, ada potensi penyalahgunaan wewenang dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP dan eksportir BBL atas penetapan harga BBL yang menggunakan kriteria harga patokan terendah.