Pengibar bendera merah putih kusam bukan berarti tak punya jiwa nasionalisme.
Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menyarankan agar Pasal 235 tentang pengibaran bendera kusam sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Larangan tersebut dinilai kontraproduktif.
Pasal 235 RKUHP menyinggung pidana denda paling banyak kategori II bagi setiap orang yang; a. memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial; b. mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam; c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara; atau d. memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.
"Saya kira lebih baik pasal tersebut dicabut saja karena berbahaya bagi rakyat kecil dan tidak ada urgensinya. Masyarakat yang tidak mampu membeli bendera lalu mengibarkan benderanya yang sudah kusam karena nasionalisme apa mau dipidana?," kata Suparji dalam keterangannya, Rabu (30/6).
Suparji menegaskan, pengibar bendera merah putih kusam bukan berarti tak punya jiwa nasionalisme. Bisa jadi mereka sangat nasionalis. "Karena dengan keterbatasan yang ada, mereka masih tetap mengobarkan kecintaan mereka terhadap NKRI. Jadi soal bagaimana kondisi bendera tersebut dikibarkan, tak perlu jadi soal," tuturnya.
Ia menekankan, larangan cukup pada lingkup pembakaran, perobekan atau tindakan yang memang niatnya untuk merendahkan merah putih. Kata dia, mengibarkan bendera kusam bukanlah tindakan penodaan.
"Jadi, Pasal 234 RKUHP sudah cukup dan Pasal 235 lebih baik ditinjau kembali karena bisa terjadi multitafsir. Misalnya soal kusam, kategori kusam ini subjektif sekali karena tidak ada ukuran pasti soal 'kusam'," pungkasnya.