Kekerasan seksual massal menjadi bagian politik Indonesia yang terus berulang sejak masa revolusi hingga reformasi.
Isu kekerasan seksual massal di Indonesia pada masa lampau tidak pernah mendapatkan perhatian serius dari negara. Kekerasan seksual massal menjadi bagian politik Indonesia yang terus berulang sejak masa revolusi hingga reformasi.
Aktivis yang juga Founder PurpleCode Dhyta Caturani mengatakan, negara memang tidak peduli terhadap isu kekerasan seksual massal di masa lampau. Bahkan, menurutnya, negara sudah sampai pada taraf mengingkari kekerasan seksual massal tersebut.
"Kalau kita lihat negara, negara ini kan struktur patriarki yang paling tinggi. Maka memang bagaimana negara dan bangsa ini dijalankan dengan sangat maskulin, memang tak peduli dengan kekerasan seksual," kata Dhyta dalam talkshow Politik Kekerasan Seksual Letss Talk, Sabtu (22/5).
Tidak hanya berkaca pada kasus di masa lampau, menurut Dhyta, negara juga masih abai terhadap setiap kasus kekerasan seksual yang terjadi di indonesia saat ini. Hal tersebut terlihat dari pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang masih mandek di DPR.
Selain itu, Dhyta menilai negara tidak mau mengakui kekerasan seksual massal yang terjadi di masa lampau karena dianggap berbahaya bagi negara. Pasalnya, dengan mengakui adanya kekerasan seksual massal di masa lampau, maka negara juga harus mengakui adanya pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara.