Partai Buruh menilai ada kecerobohan dari pemerintah terkait penyusunan kebijakan ini.
Ketentuan hak libur pekerja yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menuai polemik. Berdasarkan aturan baru tersebut, pemerintah menetapkan waktu libur bagi pekerja sedikitnya sehari dalam sepekan.
Menanggapi hal tersebut, Partai Buruh menilai ada kecerobohan dari pemerintah terkait penyusunan kebijakan ini. Menurutnya, ada hal yang saling bertentangan antara aturan terkait jam kerja dan waktu istirahat atau cuti.
"Ada kontradiktif pasal sebelumnya yang mengatur jam kerja, dan ada pasal selanjutnya mengatur waktu istirahat atau yang kita kenal cuti dalam satu tahun," kata Presiden KSPI, Said Iqbal, dalam konferensi pers daring, Senin (2/1).
Said menuturkan, di dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2022 terdapat ketentuan soal jumlah jam kerja maksimal dalam seminggu, yaitu 40 jam. Dengan demikian, ada kemungkinan pekerja hanya bekerja selama lima hari dalam seminggu, dengan catatan per hari bekerja delapan jam.
Sementara, bagi pekerja yang dalam sehari bekerja selama tujuh jam, maka jumlah hari kerja dalam seminggu adalah enam hari. Namun, di salah satu hari mereka akan bekerja di bawah tujuh jam mengingat jumlah jam kerja per minggu adalah 40 jam.
"Prinsipnya harus total 40 jam per minggu, jadi ada yang lima hari kerja, ada yang enam hari kerja," ujar Said.
Said menilai, ketentuan terkait waktu kerja dalam Pasal 77 dan waktu istirahat pada Pasal 79 inilah yang saling bertentangan. Ia menduga tim penyusun Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tidak melibatkan pihak Kementerian Ketenagakerjaan.
"Satu hari libur dalam sepekan itu akibat tidak nyambung pasal yang bicara tentang pengaturan cuti, dengan pasal yang berbicara tentang pengaturan jam kerja," tuturnya.
Terkait hal ini, Said menilai tim pembuat Perppu cenderung teledor dan tergesa-gesa dalam menyusun kebijakan ini. Selain itu, ia menyebut telah berdiskusi dengan pihak KADIN terkait usulan pasal-pasal yang perlu diperbaiki sebelumnya dalam UU Cipta Kerja. Oleh karenanya, imbuh Said, pihaknya mendesak pemerintah untuk memperbaiki ketentuan tersebut.
"Dengan demikian, sikap Partai Buruh bersama organisasi Serikat Buruh menyatakan, pasal yang ada di Perppu itu harus dicabut dan diperbaiki," ujar Said.