Maraknya pakaian bekas impor memukul IMK tekstil lantaran terjadi persaingan yang tidak sehat.
Pemerintah diharapkan konsisten menindak importir pakaian bekas. Pangkalnya, bisnis ilegal ini bakal tumbuh subur jika tidak ada tindakan tegas.
"[Penindakan] jangan cuma ramai di awal saja, terus sepi lagi. Konsistensi dalam penegakan hukum sangat diperlukan," ujar pengamat industri tekstil, Rizal Tanzil Rakhman, kepada Alinea.id, Jumat (24/3).
Dia lantas mencontohkan dengan pengalaman pada 2016. Kala itu, Rizal selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan menyita puluhan bal pakaian bekas impor di Gedebage, Bandung.
"Sempat kami menyita beberapa puluh bal pakaian bekas, tapi kemudian lenyap lagi (tidak ada penyitaan kembali, red). Artinya, tidak ada penindakan lagi, akhirnya pascapandemi marak lagi," ucapnya.
Lebih jauh, Rizal menerangkan, beredar luasnya pakaian bekas impor berdampak terhadap para pelaku usaha di dalam negeri, terutama industri kecil dan menengah (IKM). Sebab, terjadi persaingan usaha yang tidak sehat.