Pendirian BRIN dengan meleburkan lembaga riset, menurut jurnal Nature, merupakan setback bagi pembangunan sains di Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, meminta pemerintah mengkaji ulang keputusan sentralisasi kelembagaan ilmu pengetahuan (iptek) ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Apalagi, dengan adanya Dewan Pengarah, yang secara ex-officio ketuanya dari Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP), dan memiliki kewenangan besar.
"Banyak ahli menyebut, program sentralisasi kelembagaan iptek tersebut kontra produktif dengan upaya pengembangan riset nasional sebab terlalu banyak fungsi-fungsi organisasi yang melekat dan terpusat pada lembaga ini sehingga diragukan operasional," katanya dalam keterangannya, Jumat (10/9).
Mulyanto lalu mengutip jurnal sains terkenal, Nature. Dalam editorial edisi Rabu (8/9) tertulis, ada kekhawatiran intevensi politik dalam BRIN sebagai lembaga baru terpusat ini (super agency).
Berdasarkan hasil komunikasi dengan komunitas sains, Nature menulis, perubahan ini tidak populer di kalangan ilmuwan bahkan dinilai kemunduran dalam pembangunan sains di Indonesia. Karenanya, pemerintah diharapkan mendengar pandangan para ahli tersebut secara objektif.
Baginya, pembubaran lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan kementerian/lembaga (litbangjirap K/L) di tengah wabah Covid-19 yang belum usai adalah langkah tidak tepat. "Semestinya kita fokus untuk menyelesaikan pandemi ini bukan malah menambah masalah baru."