Aktivitas pemantauan pertumbuhan balita sebagai bagian dari program pencegahan stunting tetap harus dilakukan.
Data akhir 2019 menyebutkan terdapat 298.058 Posyandu dan baru 65,42% yang aktif. Angka ini masih jauh dari target nasional yaitu 80%. Pada 2020, cakupan diperkirakan turun karena di masa pandemi kegiatan Posyandu sebagian besar dihentikan.
Aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) juga menjadi penyebab terbatasnya bahkan tidak adanya pelayanan di Posyandu demi menghindari terjadinya kerumunan orang karena berpotensi terhadap terjadinya penularan. Vakumnya pelayanan di Posyandu sementara berdampak pada tidak terpantaunya kondisi ibu hamil dan balita yang merupakan kelompok rentan. Imbasnya, pemantauan perkembangan balita pun tertunda.
Langkah awal yang paling penting untuk mendapatkan anak yang sehat dan cerdas adalah dengan pemenuhan gizi pada anak sejak dini, yaitu saat masih dalam kandungan sampai anak berusia dua tahun atau yang dikenal dengan 1.000 hari pertama kehidupan. Makanan selama periode tersebut dapat mempengaruhi fungsi intelektual, memori, konsentrasi dan emosi anak di kemudian hari.
“Posyandu berperan memantau tumbuh kembang anak sejak dalam kandungan hingga kesehatan ibu menyusui. Jika Posyandu tidak berjalan, berarti akan menunda memantau kondisi dari 1.000 hari pertama kehidupan,” ujar Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kesehatan.
Mengingat pentingnya peran Posyandu, maka aktivitas pemantauan pertumbuhan balita sebagai bagian dari program pencegahan stunting tetap harus dijalankan. Jaminan pelayanan kesehatan kepada balita dan ibu hamil melalui kegiatan Posyandu tersebut sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas 5 Agustus 2020. Kala itu Presiden meminta agar Posyandu dibuka kembali dengan memerhatikan protokol kesehatan.