"Jika pemerintah mau melindungi pesisir dan laut, kebijakan yang harus didorong bukan penambangan pasir laut."
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 33 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. PP 26/2023 merupakan alas hukum ekspor pasir laut, yang sempat dimoratorium sejak 2003.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, terbitkan Permen KP 26/2023 merupakan bukti pemerintah lebih mengutamakan kepentingan pengusaha sektor tambang pasir laut daripada mempedulikan aspirasi masyarakat pesisir. Utamanya nelayan tradisional, perempuan nelayan, dan pelaku perikanan rakyat.
"Dengan terbitnya Permen KP Nomor 33 Tahun 2023, setelah terbitnya PP Nomor 26 Tahun 2023, menegaskan kepentingan pemerintah untuk memberikan 'karpet merah' bagi perusahaan skala besar yang akan mengeksploitasi pasir laut di Indonesia dari Sabang sampai Merauke," kata Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Walhi, Parid Ridwanuddin.
Menurutnya, regulasi tersebut merupakan bentuk pencucian biru (bluewashing). Sebab, pemerintah mengklaim terbitnya PP 26/2023 dan Permen KP 33/2023 untuk melindungi pesisir dan laut serta menjaga kesehatan laut, tetapi justru bakal menghancurkan ekosistem pesisir dan laut serta merugikan kehidupan masyarakat pesisir.
Parid mencontohkannya dengan isi Pasal 2 Permen KP 33/2023 dengan pasal-pasal berikutnya. Pasal 2 Permen KP 33/2023 berisi tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut untuk menanggulangi sedimentasi yang menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut dan mengoptimalkan hasil sedimentasi laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.