Adanya aksi mahasiswa mengusir paksa pengungsi Rohingya dinilai akibat masifnya kampanye daring sarat misinformasi dan ujaran kebencian.
Sudah jatuh, ditimpa tangga. Begitulah nasib etnis Rohingya di Aceh, Indonesia. Niat hati hidup aman dan terbebas dari teror meskipun berlayar selama 4 bulan dari Bangladesh, justru kembali mengalami guncangan psikologis. Pangkalnya, diusir paksa puluhan mahasiswa lintas perguruan tinggi, seperti Universitas Abulyatama, Sekolah Tinggi Al Washliyah, Bina Bangsa Getsempena, STAI Nusantara, dan Sekolah Tinggi Pante Kulu, dari tempat penampungan di Gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA), Rabu (27/12).
Dalam video yang beredar luas di media sosial, para pendemo serempak berlarian ke sebuah sudut ruangan yang menjadi titik kumpul pengungsi Rohingya. Mereka lantas berbuat kasar seenaknya, seperti menunjuk-nunjuk, berteriak bak kesetanan, emosi tinggi, serta menendang dan melempar barang-barang di sekitar, sehingga membuat pengungsi, dominan perempuan dan anak-anak, histeris.
"Jika etnis ini tidak mampu dideportasi ke luar Aceh, maka saya pastikan mahasiswa akan hadir berlipat ganda dalam melawan kebijakan pemerintah," klaim koordinator lapangan (korlap) aksi, Teuku Warija Arismunandar.
Mahasiswa di Banda Aceh memaksa membubarkan pengungsi Rohingya yg kebanyakan perempuan & anak-anak. Sampai ketakutan. Barbar!
Apa bedanya kalian dg kelompok beringas tak berpendidikan? Almamater kalian itu simbol pendidikan tinggi. Tapi mental kalian biadab. pic.twitter.com/1cY4Yof3ac — Herriy Cahyadi (@herricahyadi) December 27, 2023
Beberapa personel polisi berupaya mengendalikan situasi. Sayangnya, aparat gagal menguasai keadaan. Para demonstran pun berhasil memobilisasi ratusan pengungsi ke Kantor Kemenkumham Aceh menggunakan dua truk.